Kamis, 12 Januari 2012

Smith Magenis Syndrome


Smith Magenis Syndrome semacam kelainan yang dimiliki oleh seseorang yang tak mampu merasakan rasa sakit, setiap tubuhnya yang terluka atau pun tersakiti dia tidak pernah merasakan sedikit pun rasa sakit (sepertinya kelainan ky gini enak juga..hehehhe…). Sakit tak pernah dia rasakan, meskipun anggota tubuhnya teriris, tergores atau pun terbakar (kalau tergoreng, terkukus atau terpresto sakit gak ya???). Setiap manusia normal pada umumnya sering mengalami rasa sakit, rasa yang diakibatkan oleh anggota tubuhnya yang terluka, rasa sakit itu sendiri sebenarnya memiliki dua pengertian, yakni sakit secara artian konotasi atau sakit dalam artian denotasi (masih inget pelajaran bahasa Indonesia waktu SMP kan?). Sampai saat ini masih timbul tanda tanya besar dalam pikiran saya, seseorang yang mengalami Smith Magenis Syndrome apakah dia juga tak merasakan sakit secara konotasi?(sedikit mengingatkan saja buat yang nilai pejaran Bahasa Indonesianya dapat merah, konotasi itu kias, bukan arti sebenarnya). Apakah perasaannya juga tak mampu tersakiti?
Sepintas saya berpikir betapa enaknya ya seseorang yang memiliki kelainan Smith Magenis Syndrome¸ jika memang seseorang itu juga tak mampu tersakiti perasaannya, dia tidak perlu merasakan dampak dari sebuah perasaan sakit (emang demikian ya???). Perasaan sakit mengakibatkan banyak hal, sebuah permulaan dari berbagai perasaan negatif yang akan kita rasakan setelah itu. Perih, pedih, tidak nyaman, derita, lemah, sedih, takut, galau dan masih banyak lagi perasaan negatif yang akan timbul akibat dari sebuah perasaan sakit (beberapa perasaan yang biasanya sering dialami oleh beberapa jomblo ngenes…hehehe). Pikiran dangkal saya masih membayangkan bagaimana rasanya jika saya merupakan salah satu orang yang menderita kelainan Smith Magenis Syndrome, mungkin saya menjadi orang yang takkan pernah merasakan sakit hati…(saya menulis kalimat terakhir dengan mata 5 watt, jadi sedikit ngelantur…ckckckckckkkk…). Kalimat tadi anggaplah bukan saya sebenarnya yang menulis, tapi kebanyakan orang berpikiran seperti kalimat yang saya tulis dengan ngelantur tadi.
Kenyataan yang tidak sesuai dengan impian dan kenyataan akan menjadikan manusia normal pada umumnya merasakan perasaan sakit, yang ujung-ujungnya akan membawa banyak dampak perasaan negatif, perasaan-perasaan negatif akan membawa dampak negatif pula dalam kehidupan manusia itu sendiri. Jadi dapat dipastikan ketika perasaan sakit itu muncul dan kita membiarkannya masuk kedalam diri kita, maka jelas dan pasti akan membawa dampak yang besar dalam kehidupan kita (haduhhh…sampai disini nangkep kan maksudnya???). Oke…disederhanakan saja kalimatnya, ketika kita menginginkan sesuatu dan sesuatu itu tidak kita dapatkan, pada akhirnya kita merasa sakit, sedih dan galau, itu yang akan menjadikan hidup kita berantakan dan kacau kalau kita masih belum bisa menerima kenyataan tersebut.
Sebenarnya dalam hidup ini ada dua hal kejadian, yang pertama hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan yang kedua merupakan hal-hal yang di luar kendali kita. Untuk contoh pada umumnya sesuatu yang bisa kita kendalikan adalah ketika kita memilih tempat belajar dan memilih teman, dan sesuatu yang tak mampu kita kendalikan seperti bencana alam dan lain sebagainya. Dalam tulisan ini saya takkan mengambil beberapa contoh tadi, tapi akan lebih memfokuskan pada hubungan antara manusia (kok udah mulai serius saja tulisan ini?slow mas bro…santai saja…). Bagaimana jika ada seseorang yang menyakiti hati kita? Termasuk suatu hal yang bisa kita kendalikan ataukah masuk kategori kedua, yaitu sesuatu yang tak mampu kita kendalikan. Sebenarnya ketika seseorang menyakiti kita bisa dimasukkan dalam semua kategori, tapi dengan berbagai contoh kasus yang berlainan (lho kan?tulisannya sudah duarius nih…dibilangin slow aja kok…). Kita bisa mengendalikannya ketika kita memang telah menjaga diri kita agar tidak tersakiti, ketika kita mengenal seseorang yang baru, atau pun kita sudah tau dia akan menyakiti kita, jadi kita bisa mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Sebaliknya kita tak mampu mengendalikannya ketika ada seseorang yang sudah benar-benar kita percaya berkhianat dan menyakiti perasaan kita, ini sesuatu yang memang diluar kendali kita (tulisan ini sepertinya sudah menjurus subyektif deh…oke…kita netralisir lagi ya…kita obyektifkan kembali…hehehehe…). 
(setelah beristirahat kurang lebih dua abad, ehhh…dua hari saja kok…tulisan ini pun kembali dilanjutkan, berharap akan lebih obyektif lagi dalam penulisannya…heheheheh). Sebenarnya banyak hal yang diluar kendali kita, seperti sikap dan tindakan beberapa orang terhadap kita yang diluar ekspektasi kita. Kita tak mampu mengendalikan setiap perbuatan itu, meskipun terkadang kita sudah bisa memperkirakan hal tersebut, namun masih ada sesuatu yang mampu kita kendalikan. Reaksi kita dalam menyikapi sesuatu, itu hal terpenting yang mampu kita kendalikan. Aksi dan reaksi, setiap ada aksi pasti akan timbul reaksi sebagai suatu respon aksi tersebut (semua hal diciptakan berpasangan, aksi dan reaksi, Adam dan Hawa, kamu dan aku…perumpamaan yang gak jelas…heheheeee…). Semua aksi yang dilakukan orang terhadap kita terkadang membuat kita terluka dan kita tak mampu mengendalikan hal tersebut, namun reaksi terhadap hal tersebut dapat kita kendalikan, bentuk reaksi tersebut dapat kita pilih dalam bentuk apa dan sejauh mana.
Ketika tangan kita terluka karena teriris pisau (ini salah satu contoh yah…bisa memakai contoh yang lain…hehhehheee…), mungkin perasaan sakit memang langsung hadir, reaksi wajar karena tangan kita terluka mungkin bisa dalam bentuk berteriak, mengumpat atau pun menangis sekencang-kencangnya (bisa dalam bentuk reaksi lain lho???tinggal pilih saja…). Namun sebagai manusia kita memiliki sifat dan sikap yang berbeda-beda, mungkin banyak yang bereaksi normal dengan berteriak dan menangis, ada juga yang hanya terdiam menahan rasa sakitnya sambil mengumpat, ada juga yang malah tertawa dengan maksud berusaha menghilangkan rasa sakitnya. Reaksi orang berbeda-beda, padahal rasa sakit yang di deritanya sama. Mungkin karena sikap, sifat dan pendewasaan mereka berbeda-beda yang menjadikan mereka juga berbeda dalam menanggapi rasa sakit tersebut.
Orang yang memiliki kelainan Smith Magenis Syndrome  lebih cenderung tak berperasaan, dia akan dengan mudah memperlakukan orang lain di sekitarnya seperti dia memperlakukan dirinya sendiri, dia tidak akan pernah sadar telah menyakiti orang lain di sekitarnya. Tuhan menciptakan rasa sakit dengan suatu tujuan, bukan tanpa alasan Tuhan menciptakan rasa sakit. Sakit mengajarkan kita menghargai perasaan bahagia, sakit mengajarkan kita cara menghargai sesuatu, sakit mengajarkan kita cara untuk berhati-hati dalam bertindak, banyak lagi pelajaran yang diperoleh dari sebuah rasa sakit. Beruntunglah kamu yang bisa merasakan rasa sakit, justru rasa itulah yang mangajarkanmu banyak hal tentang kehidupan ini. (my_fandora, 2011)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar