Jumat, 24 Juli 2020

Dimas Sekolah Sendiri, Nadiem Ditinggal Pergi


Dimas datang ke sekolah dan belajar sendirian, video yang lagi viral dan diperbincangkan oleh banyak warganet merupakan gambaran dari cerminan pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan memang masih banyaknya siswa yang tidak mampu maksimal dalam pembelajaran daring. Terbatasnya fasilitas menja sebuah hambatan dalam mencari ilmu.

Apakah masih banyak Dimas yang lain? Dimas adalah sosok yang berhasil terekam dan menjadi perbincangan banyak orang, namun sebenarnya masih banyak para siswa yang bingung belajar daring seperti apa? Fasilitas yang tidak mampu mereka penuhi jadi salah satu penghambat utama.

Seperti cerita Dimas, seorang pelajar SMP yang baru saja masuk sekolah. Atas inisiatif sendiri Dimas dan ibunya datang ke sekolah, rumah dan sekolah Dimas memang berjarak tidak terlalu jauh. Sesampainya di sekolah Dimas langsung menuju ke ruang guru untuk mengutarakan niatnya. Dimas tak punya ponsel pintar untuk mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pihak sekolah Dimas pun mengijinkan Dimas untuk belajar di sekolah, permasalahan yang luar biasa kompleks masih menghantui di Indonesia.

Sangat mudah memang, ketika pada waktu lalu Mas Menteri menyatakan bahwa pembelajaran daring bisa jadi permanen, entah pernyataan itu berdasarkan fakta dan data yang menunjang, ataukah sekedar sebuah pernyataan yang lahir dari sebuah gambaran Jakarta atau kota besar sebagai tolok ukurnya?

Keputusan yang kadang memuat bingung dasar pertimbangannya seperti apa, apakah sudah ada gambaran yang dihasilkan dari sebuah keputusan ataukah keputusan itu asal diputuskan tanpa ada sebuah proyeksi keberhasilan yang jelas.

Pendidikan adalah pondasi, membuat keputusan yang salah sama dengan mempertaruhkan generasi penerus bangsa. Apa yang dilakukan harus benar-benar dipikirkan secara matang, dikaji secara dalam dan memiliki keputusan yang bisa menjadi solusi di berbagai kalangan.

Kebijakan yang diharapkan menjadi solusinya pun masih belum bisa menyentuh semua kalangan. Entah memang solusi yang dibuat memang untuk kota besar atau memang untuk seluruh Indonesia, saya kurang paham. Sekarang banyak persoalan yang menjadi kendala, yang paling sederhana adalah masalah yang dihadapi Dimas, ponsel pintar pun Dimas tak punya, orang tuanya tidak ada uang untuk membeli ponsel pintar. Jangankan ponsel pintar, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pasti mereka mengalami kesulitan.

Siswa yang sekolah itu bukan hanya di kota besar, Indonesia yang sangat luas ini memiliki sekolah-sekolah di pedalaman yang sama sekali belum tersentuh dengan internet. Pembelajaran Jarak Jauh yang memerlukan akses internet takkan mampu diaplikasikan disana. Jangankan daerah pedalaman yang terpencil, di kota besar pun permasalahannya sebenarnya masih banyak.

Di kota besar memang tidak bisa dipungkiri jaringan internet pasti bukan lagi kendala, jaringan yang kuat menjadi penunjang pembelajaran daring. Itu bagi yang punya ponsel pintar, bagaimana yang tidak punya? Mungkin masih banyak yang nyinyir, hidup di kota besar masa gak punya hape? Biasanya yang nyinyir kayak gini ngopinya kurang jauh, temennya kurang banyak, atau orang yang sangat egois, sehingga tak melihat lingkungan di sekitarnya.

Orang yang tidak punya ponsel pintar di kota besar masih ada, mereka tidak memiliki ponsel karena itu bukan kebutuhan mereka. Orang-orang seperti ini membeli prioritas kebutuhan untuk keluarga, dalam hal ini adalah pangan. Mereka bekerja untuk mencukupi pangan satu keluarga, berusaha membiayai anak-anak mereka sekolah.

Belum lagi untuk sebuah kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh yang memerlukan kuota internet yang tidak sedikit. Apakah efektif? Pasti efektif dalam meningkatkan omzet provider. Satu kali kegiatan belajar secara daring, yang dimulai dari pagi pukul 07.00 sampai siang 12.00 memerlukan kuota berapa? Kan ada paket internet unlimited? Pakai itu saja per bulannya sudah cukup. Apakah cukup? Apakah benar unlimited?

Coba dijawab untuk teman-teman para provider, apakah paket internet yang kalian jual benar-benar unlimited? Mohon klarifikasinya, setahu saya paket unlimited masih memiliki batas maksimal penggunaan internet. Setelah melampaui batas tersebut ya jelas internet mulai lemot untuk membuka browser, padahal pembelajaran jarak jauh itu biasanya menggunakan video call interaktif. Kuota yang dihabiskan untuk kegiatan ini tidaklah sedikit, selain itu jaringannya haruslah stabil. Tidak mungkin paket unlimited yang melewati batas kuota tertentu bisa digunakan untuk ini.

Ada juga keluarga yang mempunyai anak usia sekolah atau kuliah lebih dari satu. Mereka harus menunjang kebutuhan Pembelajaran Jarak Jauh mereka. Misalnya sebuah keluarga punya anak usia sekolah SD dan SMP, namun orang tua mereka hanya punya sebuah ponsel pintar, terus yang terjadi adalah jam pembelajaran jarak jauh mereka bersamaan. Apa yang harus dilakukan keluarga ini? Beli ponsel pintar lagi? Bisa jadi, mereka memaksakan diri membeli ponsel pintar dan kuota internet untuk anak mereka sekolah, namun di sepertiga malam mereka menangis di  dalam sujudnya. Berharap ada rejeki untuk menyambung hidup keluarganya.

Program Organisasi Penggerak (POP), mungkin inilah kebijakan extraordinary dari Mas Menteri yang diharapkan oleh Presiden Jokowi. Program yang melibatkan peran organisasi kemasyarakatan untuk gotong royong meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Menurut Mas Menteri ini adalah program turunan dari Merdeka Belajar. Kabar terakhir program ini banyak ditinggalkan pesertanya. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menarik diri dari salah program Kemendikbud ini.

Mas Menteri sesungguhnya punya riwayat cerdas di atas rata-rata, lulusan luar negeri pula. Ditempatkannya Mas Menteri di Bidang Pendidikan mempunyai harapan besar, percepatan pengembangan dunia pendidikan dengan gagasan out of the box dan extraordinary. Namun sampai hari ini belum ada panduan yang jelas bagaimana seharusnya memanajemeni dunia pendidikan di era pandemi. Semua solusi yang tidak out of the box mengarah ke pembelajaran daring.



1 komentar:

  1. Ironis memang, disaat pandemi ekonomi rakyat kecil terpuruk,salah satu solusi yi bantuan pendidikan bagi yg kurang mampu hrs ditingkatkan spy mereka dpt mengikuti pendidikan formal didaerahnya

    BalasHapus