Hampir setiap hari gue ke pantai,
berharap menemukan putri duyung yang terdampar di pantai, namun semakin gue
tunggu, semakin masuk angin saja badan ini. Sampai menginjakkan bulan kedua gue
disini, masih saja menunggu seorang putri, whatever lah nama putrinya, mau
putri duyung, putri tidur, putri kerajaan tapi jangan sampai mbah putri. Gue
masih merasa nyaman dengan hari-hari penuh kesederhanaan disini, namun
terkadang hati gue kesepian disini, bukan tanpa sebab hati ini sepi, tapi
karena orang-orang tersayang gue berada jauh dari gue, gue rindu kehadiran
mereka, gue pengen ketemu dengan mereka, namun itu semua hanya sebatas
keinginan saja.
Kembali lagi ke pantai, kalau diterusin
pasti gue galau, hampir separuh kehidupan gue disini dihabiskan di pantai, meskipun
gue gak bisa renang, namun hampir tiap hari gue ke pantai, malah sehari pernah
sampai tiga kali gue ke pantai, udah kaya’ minum obat aja sampai tiga kali,
memang sih bukan untuk berenang, tapi hanya untuk sekedar menikmati deburan
ombak dan semilir angin pantai. Pantai pada sore hari disini sangat
menyenangkan, apalagi dipakai untuk memancing, sebenarnya sih gue gak suka mancing
ikan, tapi disini bisa juga buat memancing yang lain, memancing seorang putri.
Sore menjelang malam banyak orang yang
menghabiskannya di pantai, tempat yang menurut mereka cocok untuk menghilangkan
segala macam rasa stress dan penat sehabis melakukan aktivitas seharian, namun
sebenarnya bukan karena pantai merupakan sarana yang murah meriah untuk
bersantai, ini karena pantai adalah tempat satu-satunya disini yang bisa
digunakan untuk bersantai dan melepas segala macam rasa penat, gak ada tempat
selain pantai yang bisa menyajikan hiburan dan sedikit melepaskan beban
kehidupan.
Aneh juga sih, gue masih saja ke pantai
setiap hari, padahal yang gue liat tiap harinya ya sama aja, air, pasir, kapal
boat, penjual jagung bakar, orang mancing dan orang lalu lalang di pelabuhan.
Sebenarnya rasa jenuh udah membunuh perlahan, namun hanya bisa terdiam dan
menikmati keadaan, seperti hubungan yang telah memasuki rasa jenuh kronis,
namun takut untuk mengakhiri karena sudah terbiasa dan takut membiasakan diri
dengan hal baru. Persis dan sama rasanya ketika setiap hari gue mesti ke pantai
hanya karena ini sebuah rutinitas yang seharusnya gue jalani setiap harinya,
hanya karena gue mesti sejenak melepas rasa penat gue walaupun beberapa menit
saja, sama ketika suatu hubungan yang sudah dijalani bertahun-tahun sudah
mencapai sebuah titik kejenuhan yang kronis, dan seakan sudah kehilangan gairah
dan bosan, namun mereka masih saja bertemu dan menjalankan rutinitas kencan
mereka.
Terkadang hidup disini gue jadi takut,
takut kebiasaan gue ke pantai setiap hari malah akan menjadi kegiatan yang
wajib, malah berasa berdosa gue kalau gak ke pantai, tapi memang mau gimana
lagi, setiap hari stress dan penat selalu menyerang tanpa henti, dan pastinya
untuk menghilangkan rasa itu gue ke pantai lah, takutnya juga perasaan yang gue
rasain terhadap pantai dirasain juga oleh pasangan yang mengalami titik jenuh
kronis suatu hubungan, hanya karena mereka sudah terbiasa dan takut mengubah
kebiasaan baru, dan merasa itu sudah menjadi kegiatan fardhu ain, jadi mereka
akan merasa berdosa sekali jika tidak melakukan aktivitas tersebut. Akhirnya
kebohongan dan kepura-puraan menjadi bumbu baru dalam hubungan mereka.
Pantai
menjadikan gue bisa bersatu dengan alam, setiap gue di pantai, gue merasa Tuhan
tak pernah salah menciptakan suatu hal, gue merasa Tuhan gak pernah salah
menetapkan suatu kejadian, semua yang Tuhan ciptakan dan kejadian yang Tuhan
tetapkan pasti disertai dengan suatu alasan. Gue merasa dekat banget sama Tuhan
ketika gue rasakan segala ciptaanNya berbicara sama gue, lewat hembusan angin
laut, lewat rerumputan dan tumbuhan yang seakan menyebut dan mengagungkan namaNya,
gue merasa jadi mahluk yang lemah, merasa bukan apa-apa.
Pasangan
muda-mudi banyak menghiasi sisi pelabuhan setiap sore sampai malam hari, mereka
memadu kasih dengan menikmati angin laut, selain itu jagung bakar menjadi
sebuah modus untuk menghindari budget kencan yang berlebihan. Sebenarnya banyak
tradisi yang salah dalam hubungan sepasang kekasih, dan tradisi yang salah
tersebut sudah mengakar dan tumbuh subur dalam masyarakat kita. Tradisi yang
namanya cewek tak pernah keluar uang sepeser pun untuk kencan sepertinya sudah
dipatenkan oleh LPI, bukan Liga Premier Indonesia lho, tapi Lembaga Pasangan
Indonesia, sepertinya wanita hanya bermodalkan berdandan cantik dan
berpenampilan menarik dalam setiap kencannya bersama pasangan, dan seorang
lelaki wajib membiayai dan memberikan kontribusi yang lebih dalam mengkoordinir
segala bentuk kencan yang akan dilakukan bersama pasangan.
Tradisi
seperti ini sebenarnya siapa yang mengawali, mengapa semua orang berpendapat
bahwa setiap lelaki yang mengajak kencan wanita harus bermodal dan mengeluarkan
biaya untuk setiap kencannya, kenapa dalam hal ini lelaki pun harus menerima
kenyataan yang sama, mengapa mereka tidak menuntut sebuah emansipasi juga,
wanita pun terkadang diam dan pura-pura menjalankan tradisi sebagai suatu hal
yang wajar. Sebenarnya tidak ada salahnya seorang lelaki membiayai segala
bentuk kencan yang mereka lakukan, namun juga tidak ada salahnya jika kita
saling berbagi untuk pembiayaan kencan, tidak hanya di bebankan pada lelakinya
saja, namun segala bentuk aktivitasnya dibiayai bersama, dengan demikian
semuanya akan terasa lebih ringan. Jadi tidak ada modus lagi kencan di pantai
dan menikmati jagung bakar karena gak ada lagi makanan yang dijual disana.
Sehingga banyak juga cowok yang
akhirnya menggunakan berbagai modus agar mereka bisa meminimalisir budget yang
harus dikeluarkan tapi masih bisa berkencan dengan nyaman, ya semacam mengatur
waktu keluar sehabis makan siang atau makan malam, tidak jarang juga ada pesan
singkat semacam ini “sayang, kamu makan
dulu yah sebelum keluar, ntar takutnya kamu sakit lagi, ntar habis maem aku
jemput”. Banyak lagi berbagai modus yang akan dilakukan para lelaki untuk
dapat menghemat budget yang harus mereka keluarkan, sebenarnya bukan menuduh
semua cowok itu pelit, tapi kebanyakan para cowok hidup dengan gengsinya yang
tanpa batas, jadi mereka baik ngutang daripada ceweknya tahu dia tak punya
uang. Lha…sulitnya lagi kalau sudah tidak ada lagi tempat menyandarkan harapan
a.k.a tempat untuk ngutang, dia bakalan berusaha mencari cara untuk penghematan
biaya kencan, tanpa diketahui oleh ceweknya. Betul juga teori Mas Jaya
Setiabudi tentang The Power of Kepepet,
setiap kali kepepet manusia jadi lebih pandai dan bersemangat. Takutnya lagi
ketika para cowok yang kepepet cenderung berpikiran negative dan melakukan
segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. Ini yang akan menjadikannya
bahaya, akan merusak dirinya untuk berkorban pada sebuah cinta tanpa ketulusan
dan dihiasi kebohongan.
Hanya sedikit dari beberapa pria, lelaki
atau cowok yang mampu jujur pada pasangannya, mereka, dan hanya sedikit juga
wanita, perempuan atau cewek yang mampu menerima kejujuran dari pasangannya.
Mangkanya banyak timbul permasalahan ketika semua dasar atau pondasi yang kita
gunakan adalah kebohongan, kepalsuan dan kepura-puraan. Tidak ada salahnya kita
jujur tanpa menggunakan topeng, tidak ada salahnya kita beritahu pasangan kita
tentang masalah atau kesulitan yang sedang kita hadapi, tidak ada salahnya juga
buat para wanita, perempuan dan cewek mau mendengarkan dan memahami apa
kesulitan pasangannya. Sebenarnya semua lebih mudah jika kita membicarakannya,
namun banyak dari kita yang lebih memilih menyembunyikan daripada
membicarakannya.
Gue kaget banget melihat tradisi
pasangan muda-mudi yang ada disini, setiap ada pasangan yang memadu kasih
selalu saja mereka bawa motor sendiri-sendiri, pertama sih gue rasa dengan
banyak kesibukan mereka sampai tidak bisa menjemput pasangannya akhirnya
memutuskan membuat janji temu langsung di pantai, namun setelah gue pikir-pikir
lagi dengan luas kota yang kecil seperti ini dengan waktu tempuh mengelilingi
kota tidak lebih dari 15menit mana mungkin mereka tidak sempat menjemput
pasangannya. Kalau kota besar sih gue anggap wajar, dan gue rasa itu juga hanya
sebagian kecil dari orang-orang disini, namun setelah beberapa lama gue disini
ternyata sebagian besar pasangan muda-mudi disini setiap kali berkencan bawa
transportasi sendiri-sendiri, mereka memutuskan untuk mengelabui pihak-pihak
tertentu dengan tujuan bahwa kepentingan mereka tidak terendus.
Gue
gak mau banyak komentar lagi untuk urusan pasangan muda-mudi disini, soalnya
gue juga masih berada di penjuru bumi yang mereka tinggali, dan gue mesti ikut
aturan dan tata tertib yang ada di dalamnya, ”dimana bumi dipijak, disitu lagi dijunjung”. Bisa-bisa gue
dibantai oleh pasangan muda-mudi itu, kalau dikejar-kejarnya sama
cewek-ceweknya saja sih asyik banget, malah gue pasrah gak mau lari, tapi kalau
cowoknya yang kejar, pasti gue kabur duluan, mana mau gue bonyok, wajah ganteng
kaya’ gue ini perlu dilindungi.
“…tautan
gelisah di remang hamparan senja…”
“…langit
tak berbatas seolah tak memberikan kesempatan…”
“…malam
seakan datang lebih cepat membunuh perlahan…”
“…langkah
kecil seakan memaknai sebuah kata yang lama tak terdengar…”
“…deburan
ombak benamkan teriakan…”
“…raungan
semakin sayup terdengar…”
“…terkoyak
impian masih disulam tanpa benang…"
(my_fandora, 2012)
(my_fandora, 2012)