Rabu, 25 Juli 2012

Pantai Barat Ujung Barat Negeri Ini

Hampir setiap hari gue ke pantai, berharap menemukan putri duyung yang terdampar di pantai, namun semakin gue tunggu, semakin masuk angin saja badan ini. Sampai menginjakkan bulan kedua gue disini, masih saja menunggu seorang putri, whatever lah nama putrinya, mau putri duyung, putri tidur, putri kerajaan tapi jangan sampai mbah putri. Gue masih merasa nyaman dengan hari-hari penuh kesederhanaan disini, namun terkadang hati gue kesepian disini, bukan tanpa sebab hati ini sepi, tapi karena orang-orang tersayang gue berada jauh dari gue, gue rindu kehadiran mereka, gue pengen ketemu dengan mereka, namun itu semua hanya sebatas keinginan saja.

Kembali lagi ke pantai, kalau diterusin pasti gue galau, hampir separuh kehidupan gue disini dihabiskan di pantai, meskipun gue gak bisa renang, namun hampir tiap hari gue ke pantai, malah sehari pernah sampai tiga kali gue ke pantai, udah kaya’ minum obat aja sampai tiga kali, memang sih bukan untuk berenang, tapi hanya untuk sekedar menikmati deburan ombak dan semilir angin pantai. Pantai pada sore hari disini sangat menyenangkan, apalagi dipakai untuk memancing, sebenarnya sih gue gak suka mancing ikan, tapi disini bisa juga buat memancing yang lain, memancing seorang putri.

Sore menjelang malam banyak orang yang menghabiskannya di pantai, tempat yang menurut mereka cocok untuk menghilangkan segala macam rasa stress dan penat sehabis melakukan aktivitas seharian, namun sebenarnya bukan karena pantai merupakan sarana yang murah meriah untuk bersantai, ini karena pantai adalah tempat satu-satunya disini yang bisa digunakan untuk bersantai dan melepas segala macam rasa penat, gak ada tempat selain pantai yang bisa menyajikan hiburan dan sedikit melepaskan beban kehidupan.

Aneh juga sih, gue masih saja ke pantai setiap hari, padahal yang gue liat tiap harinya ya sama aja, air, pasir, kapal boat, penjual jagung bakar, orang mancing dan orang lalu lalang di pelabuhan. Sebenarnya rasa jenuh udah membunuh perlahan, namun hanya bisa terdiam dan menikmati keadaan, seperti hubungan yang telah memasuki rasa jenuh kronis, namun takut untuk mengakhiri karena sudah terbiasa dan takut membiasakan diri dengan hal baru. Persis dan sama rasanya ketika setiap hari gue mesti ke pantai hanya karena ini sebuah rutinitas yang seharusnya gue jalani setiap harinya, hanya karena gue mesti sejenak melepas rasa penat gue walaupun beberapa menit saja, sama ketika suatu hubungan yang sudah dijalani bertahun-tahun sudah mencapai sebuah titik kejenuhan yang kronis, dan seakan sudah kehilangan gairah dan bosan, namun mereka masih saja bertemu dan menjalankan rutinitas kencan mereka. 

Terkadang hidup disini gue jadi takut, takut kebiasaan gue ke pantai setiap hari malah akan menjadi kegiatan yang wajib, malah berasa berdosa gue kalau gak ke pantai, tapi memang mau gimana lagi, setiap hari stress dan penat selalu menyerang tanpa henti, dan pastinya untuk menghilangkan rasa itu gue ke pantai lah, takutnya juga perasaan yang gue rasain terhadap pantai dirasain juga oleh pasangan yang mengalami titik jenuh kronis suatu hubungan, hanya karena mereka sudah terbiasa dan takut mengubah kebiasaan baru, dan merasa itu sudah menjadi kegiatan fardhu ain, jadi mereka akan merasa berdosa sekali jika tidak melakukan aktivitas tersebut. Akhirnya kebohongan dan kepura-puraan menjadi bumbu baru dalam hubungan mereka.

            Pantai menjadikan gue bisa bersatu dengan alam, setiap gue di pantai, gue merasa Tuhan tak pernah salah menciptakan suatu hal, gue merasa Tuhan gak pernah salah menetapkan suatu kejadian, semua yang Tuhan ciptakan dan kejadian yang Tuhan tetapkan pasti disertai dengan suatu alasan. Gue merasa dekat banget sama Tuhan ketika gue rasakan segala ciptaanNya berbicara sama gue, lewat hembusan angin laut, lewat rerumputan dan tumbuhan yang seakan menyebut dan mengagungkan namaNya, gue merasa jadi mahluk yang lemah, merasa bukan apa-apa. 

           Pasangan muda-mudi banyak menghiasi sisi pelabuhan setiap sore sampai malam hari, mereka memadu kasih dengan menikmati angin laut, selain itu jagung bakar menjadi sebuah modus untuk menghindari budget kencan yang berlebihan. Sebenarnya banyak tradisi yang salah dalam hubungan sepasang kekasih, dan tradisi yang salah tersebut sudah mengakar dan tumbuh subur dalam masyarakat kita. Tradisi yang namanya cewek tak pernah keluar uang sepeser pun untuk kencan sepertinya sudah dipatenkan oleh LPI, bukan Liga Premier Indonesia lho, tapi Lembaga Pasangan Indonesia, sepertinya wanita hanya bermodalkan berdandan cantik dan berpenampilan menarik dalam setiap kencannya bersama pasangan, dan seorang lelaki wajib membiayai dan memberikan kontribusi yang lebih dalam mengkoordinir segala bentuk kencan yang akan dilakukan bersama pasangan. 

         Tradisi seperti ini sebenarnya siapa yang mengawali, mengapa semua orang berpendapat bahwa setiap lelaki yang mengajak kencan wanita harus bermodal dan mengeluarkan biaya untuk setiap kencannya, kenapa dalam hal ini lelaki pun harus menerima kenyataan yang sama, mengapa mereka tidak menuntut sebuah emansipasi juga, wanita pun terkadang diam dan pura-pura menjalankan tradisi sebagai suatu hal yang wajar. Sebenarnya tidak ada salahnya seorang lelaki membiayai segala bentuk kencan yang mereka lakukan, namun juga tidak ada salahnya jika kita saling berbagi untuk pembiayaan kencan, tidak hanya di bebankan pada lelakinya saja, namun segala bentuk aktivitasnya dibiayai bersama, dengan demikian semuanya akan terasa lebih ringan. Jadi tidak ada modus lagi kencan di pantai dan menikmati jagung bakar karena gak ada lagi makanan yang dijual disana.

Sehingga banyak juga cowok yang akhirnya menggunakan berbagai modus agar mereka bisa meminimalisir budget yang harus dikeluarkan tapi masih bisa berkencan dengan nyaman, ya semacam mengatur waktu keluar sehabis makan siang atau makan malam, tidak jarang juga ada pesan singkat semacam ini “sayang, kamu makan dulu yah sebelum keluar, ntar takutnya kamu sakit lagi, ntar habis maem aku jemput”. Banyak lagi berbagai modus yang akan dilakukan para lelaki untuk dapat menghemat budget yang harus mereka keluarkan, sebenarnya bukan menuduh semua cowok itu pelit, tapi kebanyakan para cowok hidup dengan gengsinya yang tanpa batas, jadi mereka baik ngutang daripada ceweknya tahu dia tak punya uang. Lha…sulitnya lagi kalau sudah tidak ada lagi tempat menyandarkan harapan a.k.a tempat untuk ngutang, dia bakalan berusaha mencari cara untuk penghematan biaya kencan, tanpa diketahui oleh ceweknya. Betul juga teori Mas Jaya Setiabudi tentang The Power of Kepepet, setiap kali kepepet manusia jadi lebih pandai dan bersemangat. Takutnya lagi ketika para cowok yang kepepet cenderung berpikiran negative dan melakukan segala cara untuk dapat memenuhi keinginannya. Ini yang akan menjadikannya bahaya, akan merusak dirinya untuk berkorban pada sebuah cinta tanpa ketulusan dan dihiasi kebohongan.

Hanya sedikit dari beberapa pria, lelaki atau cowok yang mampu jujur pada pasangannya, mereka, dan hanya sedikit juga wanita, perempuan atau cewek yang mampu menerima kejujuran dari pasangannya. Mangkanya banyak timbul permasalahan ketika semua dasar atau pondasi yang kita gunakan adalah kebohongan, kepalsuan dan kepura-puraan. Tidak ada salahnya kita jujur tanpa menggunakan topeng, tidak ada salahnya kita beritahu pasangan kita tentang masalah atau kesulitan yang sedang kita hadapi, tidak ada salahnya juga buat para wanita, perempuan dan cewek mau mendengarkan dan memahami apa kesulitan pasangannya. Sebenarnya semua lebih mudah jika kita membicarakannya, namun banyak dari kita yang lebih memilih menyembunyikan daripada membicarakannya.

Gue kaget banget melihat tradisi pasangan muda-mudi yang ada disini, setiap ada pasangan yang memadu kasih selalu saja mereka bawa motor sendiri-sendiri, pertama sih gue rasa dengan banyak kesibukan mereka sampai tidak bisa menjemput pasangannya akhirnya memutuskan membuat janji temu langsung di pantai, namun setelah gue pikir-pikir lagi dengan luas kota yang kecil seperti ini dengan waktu tempuh mengelilingi kota tidak lebih dari 15menit mana mungkin mereka tidak sempat menjemput pasangannya. Kalau kota besar sih gue anggap wajar, dan gue rasa itu juga hanya sebagian kecil dari orang-orang disini, namun setelah beberapa lama gue disini ternyata sebagian besar pasangan muda-mudi disini setiap kali berkencan bawa transportasi sendiri-sendiri, mereka memutuskan untuk mengelabui pihak-pihak tertentu dengan tujuan bahwa kepentingan mereka tidak terendus.

            Gue gak mau banyak komentar lagi untuk urusan pasangan muda-mudi disini, soalnya gue juga masih berada di penjuru bumi yang mereka tinggali, dan gue mesti ikut aturan dan tata tertib yang ada di dalamnya, ”dimana bumi dipijak, disitu lagi dijunjung”. Bisa-bisa gue dibantai oleh pasangan muda-mudi itu, kalau dikejar-kejarnya sama cewek-ceweknya saja sih asyik banget, malah gue pasrah gak mau lari, tapi kalau cowoknya yang kejar, pasti gue kabur duluan, mana mau gue bonyok, wajah ganteng kaya’ gue ini perlu dilindungi.

“…tautan gelisah di remang hamparan senja…”
“…langit tak berbatas seolah tak memberikan kesempatan…”
“…malam seakan datang lebih cepat membunuh perlahan…”
“…langkah kecil seakan memaknai sebuah kata yang lama tak terdengar…”
“…deburan ombak benamkan teriakan…”
“…raungan semakin sayup terdengar…”
“…terkoyak impian masih disulam tanpa benang…" 

 (my_fandora, 2012)   
                       
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar