Kamis, 13 Agustus 2020

Solusi Pengananan Krisis, Krisis Kreativitas

Saya selalu bertanya-tanya, apakah sesulit itu membuat kebijakan? Apakah memang kita tak mampu untuk menyelesaikan masalah dengan metode yang baru? Apa sebenarnya arti kreativitas? Yang konon kabarnya dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan.

 

Kretivitas menurut wikipedia adalah sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alfred North Whitehead untuk menunjukan suatu daya di alam semesta yang memungkinkan hadirnya entitas aktual yang baru berdasarkan entitas aktual-entitas aktual yang lain. Kreativitas adalah prinsip kebaruan. Kreativitas adalah daya yang niscaya ada dalam proses karena adanya etintas aktual yang baru.

 

Dalam kreativitas ditekankan suatu hal yang baru, dalam hal ini bisa berarti sebuah pola pikir baru, sudut pandang baru dan mekanisme baru dalam suatu hal tertentu. Bisa berarti juga untuk menyoroti suatu permasalahan. Terkadang sudut pandang kita selama ini hanya melihat satu sisi yang penuh dengan sebuah kebuntuan, coba pandang dari sudut lain, mungkin disana terdapat sebuah inspirasi dalam penyelesaian permasalahan.

 

Pandemi saat ini memang tidak hanya berdampak pada krisis kesehatan, namun mulai merambah pada krisis lainnya. Krisis ekonomi yang mulai memperburuk keadaan membuat masyarakat semakin panik, ketakutan pun mulai menghantui. Peran pemerintah sangat penting disini, paling sederhana adalah peran dalam menenangkan masyarakat dan meyakinkan bahwa kita bisa melewati ini semua.

 

Pemerintah sudah berpikir banyak hal dalam penanganan krisis ini, krisis yang semakin meluas di berbagai bidang membuat pemerintah kalang kabut. Bagaimana tidak kalang kabut? Presiden Jokowi sampai marah-marah kepada para menteri karena dianggap tidak peka dalam menghadai krisis. Para menteri diperintah oleh Bapak Presiden untuk segera berkontribusi besar dalam penanganan krisis, kebijakan dan tindakan yang extra ordinary diharapkan mampu lahir dari menteri-menteri pilihan ini.

 

Extra Ordinary sendiri adalah Bahasa Inggris yang apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia artinya luar biasa. Jadi intinya Bapak Presiden ingin para menterinya melakukan hal luar biasa dalam membantu menangani permasalahan krisis ini. Bapak Presiden tidak mungkin dong bekerja sendirian, Bapak Presiden ingin para menteri membantu dalam mengatasi krisis yang semakin membuat negeri ini agak berantakan. Memang tugas para menteri ya membantu presiden.

 

Saya kurang mengerti apa yang dimaksud extra ordinary disini, pemahaman extra ordinary dari Bapak Presiden dan para menteri seperti apa saya kurang mengerti. Namun kebijakan yang telah diambil saat ini dalam sudut pandang saya sama sekali tidak menyentuh kata extra ordinary, bahkan hanya kebijakan yang masih cenderung sama sebelum adanya pandemi. Jurus andalah saat ini masih menggunakan jurus andalan yang sama, yang sering dilakukan pada waktu dulu.

 

Menurut saya extra ordinary itu haruslah kreatif, sebuah kebijakan yang bisa memberi dampak yang cukup besar dengan cara yang efektif dan efisien. Cara kreatif yang saya maksud disini adalah menyelesaikan permasalahan dengan cara baru, dengan metode baru atau bahkan bisa menggunakan sebuah sistem yang baru.

 

Pelajaran penting dalam kehidupan, ada sebuah perumpamaan yang seringkali diberikan pada waktu sekolah. Jangan memberikan ikan kepada orang yang kita bantu, berilah kail dan ajari orang tersebut mencari ikan. Menurut saya ini adalah cara yang kreatif, sebuah cara extra ordinary. Orang yang dibantu dibuat pintar agar mampu bertahan hidup dengan mencari makanannya sendiri. Bukan serta merta disuapi agar dia bisa makan.

 

Kebijakan bagi-bagi uang saat ini mungkin dirasa bisa cepat untuk menumbuhkan perekonomian yang trend nya semakin minus, tapi apakah cara ini extra ordinary? Balik lagi ke memberikan ikan kepada orang yang kita bantu, saya rasa cara ini sama seperti bagi-bagi ikan kepada orang yang kita bantu. Setelah ikan habis, tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Apalagi ikan-ikan yang ada pasti jumlahnya tidak lebih banyak dari orang yang butuh bantuan. Apakah cara ini extra ordinary?

 

Pengambilan kebijakan sekarang saya rasa minim kreativitas, apakah mungkin banyak permasalahan menjadikan para pembuat kebijakan sudah kehabisan ide lagi. Padahal pendidikan sekarang selalu menekankan unsur kreativitas dalam memandang sebuah permasalahan. Penanganan krisis ini perlu sebuah kebijakan yang kreatif, membuat solusi yang bisa berdampak besar dan luas kepada masyarakat. Semoga para menteri mampu membuat kebijakan extra ordinary seperti yang diinginkan Bapak Presiden.

Selasa, 04 Agustus 2020

Tulisan Ini Pasti Tak Terbaca, Indonesia Darurat Literasi

Sumber Daya Manusia Indonesia akan tetap rendah, karena tingkat pendidikannya rendah, tingkat pendidikan rendah karena tingkat literasi rendah. Lingkaran setan yang sepertinya tidak akan menghilang dari Indonesia.

 

Pernah saya posting sebuah tulisan di sebuah grup sosial media yang seharusnya disana adalah kumpulan para pengajar, yang notabennya mereka akan senantiasa membaca untuk mencari pengetahuan dan keilmuan. Memang judul yang saya cantumkan sangat mencuri perhatian, membuat sebuah kontroversi lewat judul yang di era sekarang biasanya disebut clickbait.

 

Komentar nyinyir yang saya dapatkan seakan mempertegas tulisan saya kali ini. Disana dituliskan nyinyiran yang cukup pedas karena berbeda pendapat dengan opini yang saya tuliskan, dalam komentar itu ditambah kalimat, “selanjutnya malas baca tulisan anda kebawah”. Berarti dalam hal ini beliau hanya membaca sebagian tulisan saya, atau bahkan hanya membaca judul tulisan saya saja.

 

Sepertinya separah itu tingkat literasi Indonesia, mereka hanya membaca judul atau caption di sosial media. Di sisi lain banyak orang berlomba-lomba membuat suatu sensasi dengan membuat judul se clickbait mungkin dalam mencari perhatian pembacanya, termasuk tulisan ini.

 

Tulisan ini sengaja saya kasih judul “Tulisan Ini Pasti Tak Terbaca, Indonesia Darurat Literasi” memang sengaja untuk melihat sejauh mana tingkat literasi di masyarakat Indonesia, terutama di kalangan pengajar Indonesia. Sangat lucu sekali ketika seorang pengajar tak mampu memberikan contoh kegiatan literasi tapi memberikan proses pembelajaran kepada peserta didiknya.

 

Menurut wikipedia sendiri “literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari”. Ini mungkin yang harus dimaknai lagi oleh semua orang di Indonesia, terutama kalangan pengajar yang mempunyai peranan sangat penting.

 

Membiasakan membaca, menulis, berbicara memang tidak mudah, butuh perjuangan di dalamnya. Hobi saya sendiri adalah menulis, namun seringkali yang saya tuliskan adalah sebuah opini. Sebuah pemikiran yang memang esensinya diperlukan dalam konsep merdeka belajar yang diusung oleh Mas Menteri.

Bagaimana cara meningkatkan Sumber Daya Manusia di Indonesia, kalau kenyataannya masih seperti ini. Perjuangan dalam meningkatkan SDM memang masih sangat panjang, memang butuh peran banyak orang untuk melakukan program besar ini. Tidak mungkin cita-cita besar untuk melahirkan sebuah generasi unggul yang memiliki daya saing dilakukan sendirian.

 

Cara yang paling sederhana memulai dari diri sendiri, terutama untuk kalangan pengajar. Coba biasakan diri anda untuk membaca dan menulis lagi, ajak para peserta didik anda untuk mengungkapkan pendapat, opini atau gagasan lewat sebuah tulisan. Coba konsisten untuk senantiasa memberikan contoh. Mungkin akan sedikit berat, mungkin juga akan banyak yang akan nyinyir dan memberikan caci maki. Tapi kita perlu menyelamatkan generasi berikutya, kalau bukan kita, terus siapa lagi?

 

Dengan adanya media sosial akhirnya memberikan sebuah alternatif lain dalam mendapatkan informasi, disana memang terdapat sebuah konten yang berisikan tulisan, namun tulisan itu hanya sebuah caption, terkadang informasinya hanya kulit saja yang dituliskan disana. Cobalah untuk membaca yang lebih banyak, menulis yang lebih sering, jadilah generasi penggerak, jangan hanya menulis caption saja. Keluarkan segala opini dari kepala anda, padu padankan dengan keilmuan, wawasan dan pengetahuan yang anda punya, jadikan itu sebuah karya.

 

Jangan hanya membaca judul saja terus memberikan sebuah nyinyiran, kritik yang bukan dari sebuah pemikiran logis. Pendapat yang hanya keluar dari sebuah opini emosional, tanpa membaca secara keseluruhan. Jadilah bijak dalam memberikan pendapat, memang pendapat atau opini orang terkadang tidak sesuai dengan kita, namun ketika kita mengkritisi paling tidak mempunyai dasar pemikiran yang berbasis dengan keilmuan, sehingga semuanya bisa dipertanggung jawabkan.

 

Mari jadi generasi penggerak literasi, mulai dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar, biasakan membaca kepada anak-anak anda, biasakan mereka menulis dengan pemikiran mereka, biasakan mereka berbicara dalam mengungkapkan gagasan dan ide liar mereka, coba ajak berdiskusi dengan berbasis keilmuan tentang opini mereka. Mungkin itu cara paling sederhana yang kita bisa dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia.

 


RIP (Rest In Problem) Pendidikan Indonesia

Informasi bertebaran dimana-mana, mau belajar apa saja pun sekarang sudah tidak sesulit 10 atau 15 tahun lalu. Referensinya pun ada dimana-mana, sangat mudah mencarinya.

 

Zaman dulu ketika kita mau belajar sesuatu kita harus mencari sekolah, kursus atau lembaga tertentu untuk lebih mendalami suatu keilmuan, namun sekarang tinggal buka mesin pencarian bernama Google semua masalah sudah terpecahkan.

 

Generasi sekarang seakan menjelma sebagai sebuah generasi yang memiliki pengetahuan super. Semua pengetahuan sudah sangat mudah mereka dapatkan, lewat genggaman tangan mereka bisa menelusuri semua informasi yang beredar di seluruh dunia. Waktunya pun menjadi relatif cepat, hitungan detik kita mampu menjelajah informasi mengenai perkembangan dunia saat ini.

 

Kemajuan teknologi sudah memberikan sebuah solusi terhadap pertukaran informasi yang semakin cepat. Perkembangan yang sangat luar biasa jika diterapkan dalam dunia pendidikan. Pelajar dan mahasiswa di Indonesia saat ini dengan mudah menjadi sebuah generasi yang memiliki ilmu pengetahuan luar biasa, mereka mampu memanfaatkan dengan mudah teknologi untuk menggali sebuah keilmuan lebih dalam, pada dasarnya itu yang diharapkan sebelumnya.

 

Namun saat ini penyalahgunaan teknologi menjadi sebuah hal yang tak mampu dihindari, banyak anak-anak muda sekarang yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa sering menyalahgunakan teknologi. Paling banyak mereka menyalahgunakan untuk sebuah pencarian informasi hal-hal yang bersifat negatif, bahkan terlarang, mereka juga rawan menyebarkan sebuah informasi yang belum tentu kebenarannya. Tidak hanya anak muda, sebenarnya di usia dewasa pun sama, mereka masih belum bijak dalam menggunakan teknologi.

 

Dunia yang terserang pandemi memang memaksa proses pendidikan berubah, pendidikan jarak jauh pun terpaksa harus dilakukan, begitu juga di Indonesia. Pendidikan Jarak jauh menjadi solusi satu-satunya yang dibuat, namun teknis untuk pendidikan jarak jauh masih saja menuai polemik dan perdebatan. Sudah siapkah Indonesia?

 

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas, sebanyak 17.504 pulau ada di Indonesia. Menurut katadata.co.id pada tahun 2018 ada sekitar 307.655 sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia (terdiri dari TK, SD, SLB, SMP, SMA dan SMK), belum lagi ditambah perguruan tinggi yang ada di Indonesia, ada sekitar 4.504 perguruan tinggi yang terdaftar.

 

Coba kita ambil perhitungan secara sederhana saja, jika total sekolah dan perguruan tinggi dijumlahkan ada sekitar 312.159 instansi, kita anggap saja jumlah pelajar atau mahasiswa di setiap masing-masing instansi sebanyak 100 pelajar/mahasiswa, jumlah totalnya 31.215.900. Inilah jumlah pelajar atau mahasiswa yang nasibnya terlunta-lunta mengikuti kebijakan pendidikan jarak jauh yang penuh polemik. Dan sepertinya jumlahnya lebih dari itu, salah satu kampus negeri saja setiap angkatan di salah satu jurusannya sejumlah 100 orang, apalagi keseluruhan kampus itu sendiri.

 

Memang pendidikan di Indonesia masih menyajikan permasalahan yang rumit, ibarat benang kusut yang tak kunjung terurai dengan baik. Seperti yang kita lihat pemberitaan di media, pendidikan jarak jauh masih terkendala akses teknologi di daerah dan fasilitas yang masih kurang. Permasalahan tidak hanya itu, bagaimana dengan para pengajarnya? Pengajar adalah salah satu faktor terpenting dalam proses pendidikan, jika pengajar tak mampu dalam menyampaikan sebuah keilmuan, belum tentu proses pembelajaran itu berjalan dengan efektif.

 

Proses belajar di kelas saja masih belum bisa efektif jika kemampuan pengajarnya tidak mampu menyampaikan keilmuan dengan benar. Tidak hanya keilmuan, seorang pengajar seharusnya mampu memberikan bimbingan dan mengarahkan pelajar ataupun mahasiswa dalam proses pembelajaran. Tidak hanya ilmu pengetahuan, interaksi dalam proses belajar akan membentuk karakter sebuah generasi.

 

Program Mas Menteri POP menjadi sebuah angin segar di tengah carut marut permasalahan pendidikan, namun proses yang seakan hanya mengemas program lama menjadi sesuatu yang baru ini ternyata menuai kontroversi dari banyak kalangan. Meningkatkan kualitas pengajar memang merupakan harga mati untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas SDM di Indonesia.   

 

Siswa atau mahasiswa yang seharusnya subyek pendidikan, seringkali hanya dipandang sebagai obyek yang harus mengikuti apa yang telah ditentukan tanpa ditelaah terlebih dahulu apakah bentuk pendidikan tersebut yang dibutuhkan dan dapat membantunya menempuh seluruh fase kehidupannya secara optimal. Pendidikan jarak jauh, jelas menandakan bahwa para siswa maupun mahasiswa adalah sebuah obyek, mereka harus mampu beradaptasi tanpa memikirkan bagaimana proses itu bisa efekti untuk mereka.

 

Ada sebuah kalimat menarik, “Mengajar adalah Seni”, tidak semua orang memiliki daya seni ini. Tapi pemahaman ini jelas akan dirasakan oleh seluruh siswa maupun mahasiswa. Alexandra Laffey mengatakan “The art of teaching comes from failing. The art of teaching is something that comes from inside a special type of person. Seni mengajar ditemukan dalam kegagalan dan seni mengajar lahir dari dalam pribadi guru yang special.

 

Pembelajaran jarak jauh memaksa mengubah cara dan sistem pendidikan, seni mengajar yang biasa dipraktikkan oleh pengajar seakan perlu adaptasi lagi. Para pengajar mulai mencari cara lain dalam mengaplikasikan jurus-jurus mereka dalam mengajar, ada yang dengan mudah beradaptasi, ada juga yang kesulitan. Belum lagi para siswa atau mahasiswa didiknya, mereka tidak pernah ditanyakan seberapa efektif pembelajaran mereka. Seberapa banyak ilmu yang bisa mereka serap dalam sebuah pembelajaran jarak jauh, belum lagi permaslahan pembelajaran di daerah-daerah pelosok Indonesia.

 

Kepala daerah adalah seorang yang paling tahu tentang keadaan di daerahnya, mereka mungkin mulai panik dengan keadaan pendidikan yang mereka lihat sehari-hari, belum ada ketidakjelasan menjadi proses pembelajaran mengambang begitu saja. Bahkan sampai ada kepala daerah yang berencana membuka kembali sekolah. Apakah ini akan menyalahi peraturan dari pusat?  

 

Mas Menteri mungkin bisa mencari banyak referensi dunia belajar mengajar dengan blusukan ke daerah-daerah, seperti yang sering dilakukan oleh Pak Presiden. Berinteraksi dengan para guru dan mendengarkan apa permasalahan mereka, mendengarkan keluh kesah setiap siswa maupun mahasiswa bagaimana sulit dan gampangnya proses belajar mereka. Jangan sampai pendidikan di Indonesia menjadi lebih parah di tengah pandemi yang tak menentu ini.

 

 


Sabtu, 01 Agustus 2020

Bintang Satu Untuk Mas Menteri


Program Merdeka Belajar pada awalnya saya anggap akan sangat keren. Sebuah terobosan baru di dunia pendidikan, saya pikir akan membuat sebuah akselerasi besar dalam dunia pendidikan.

Mas Menteri Sukses dengan Start Up Gojeknya
Ekspektasi yang cukup tinggi untuk Mas Menteri. Sebuah program yang sangat berani menurut saya. Seperti yang diberitakan dimana-mana, program merdeka belajar ini diciptakan untuk menghasilkan siswa yang merdeka dalam berpikir.

Sangat luar biasa, mengingat berbeda pendapat di Indonesia masih menjadi hal tabu. Menjadi minoritas malah merasa diasingkan. Program ini malah memberikan sebuah ruang kepada para generasi bangsa untuk berbeda pemikiran.

Saya sangat menyambut positif program ini, mengingat saya sendiri selalu memiliki pendapat yang terkadang tidak sama dengan kebanyakan orang. Terkadang untuk berpikiran berbeda menjadikan kita asing diantara banyak pemikiran yang mainstream.

Sangat menyenangkan jika setiap pelajar atau mahasiswa di Indonesia menjadi berani mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Mencari solusi dan jalan terbaik bersama untuk memecahkan sebuah permasalahan. Saya merindukan perdebatan ilmiah yang luar biasa, beradu ide dan gagasan dengan berdasarkan sebuah kajian ilmiah.

Menurut Mas Menteri esensi kemerdekaan berpikir sendiri harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi nya. Saya sependapat dengan pernyataan ini. Memang penerjemahan proses ini perlu guru sebagai penggeraknya. Tanpa guru pasti tidak akan mungkin tercipta proses merdeka belajar.  Tapi bagaimana dengan kualitas guru mampu dalam menterjemahkan hal itu? Itu yang menjadi sebuah pekerjaan rumah untuk kita semua.

Dari dulu permasalahan dunia pendidikan memang sangat rumit, kualitas pendidikan yang memang masih belum bagus melahirkan Sumber Daya Manusia yang tidak mampu bersaing. Memang langkah yang luar biasa ketika Mas Menteri memutuskan untuk meningkatkan kualitas guru dalam menunjang kualitas pendidikan, namun langkah yang ditempuh sangat disayangkan. Sebelum mengetahui Program Organisasi Penggerak saya sangat antusias menanti langkah teknis Mas Menteri dalam meningkatkan kualitas guru.

POP ini seharusnya diikuti oleh organisasi yang sudah memiliki pengalaman merancang dan mengimplementasikan program bidang pendidikan. Organisasi yang mendaftar program POP ini mempunyai syarat harus bisa menunjukkan rekam jejak program yang pernah mencapai. Menurut saya ini program yang bagus, tapi kenapa ada organisasi yang mundur?

Program yang akan menghabiskan dana Rp. 595 Milyar selama dua tahun ini akan melibatkan 156 organisasi kemasyarakatan. Tapi kehebohan mulai ramai dibicarakan oleh masyarakat, apa sih sebenarnya yang terjadi? Kok bisa sampai kehebohan ini terjadi.

Tak ada asap kalau tidak ada api, pada permasalahan ini ternyata apinya berasal dari peserta yang lolos seleksi. 156 peserta yang lolos ternyata ada dua lembaga yang merupakan yayasan yang didirikan oleh perusahaan besar, yakni Sampoerna Foundation dan Tanoko Foundation. Dua lembaga ini memang didirikan untuk menyalurkan dana CSR dari perusahaan, tapi kok malah jadi peserta POP. Berarti dapat dana dari pemerintah dong?

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mundur dari kepesertaan POP. Hal ini diikuti oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) yang menyatakan mundur juga dalam program ini. Dua lembaga besar kemasyarakatan yang sangat konsen terhadap pendidikan di Indonesia mundur, membuat kehebohan malah semakin besar. Tapi tunggu dulu, tidak hanya itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang seharusnya menjadi bagian dari program ini juga ikutan mundur.  

Entah apa yang sedang terjadi, bukan kapasitas saya untuk mengkomentari proses perekrutan atau pun mekanisme seleksi yang ditetapkan oleh Mas Menteri. Dana yang diberikan sangat besar ini saya kira kurang tepat diberikan begitu saja untuk program penggerak yang hasilnya belum tentu maksimal dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Seharusnya Mas Menteri paham akan hal ini, mengingat Mas Menteri adalah seorang pengusaha sukses lulusan kampus luar negeri.

Dana POP yang lebih dari setengah triliun rupiah ini saya rasa kurang tepat sasaran jika hanya seperti itu proses pelaksanaannya. Mengingat seorang Mas Menteri yang berhasil membuat start up teknologi yang mampu menjawab solusi pemasalahan transportasi. Dalam membuat start up seharusnya Mas Menteri paham betul namanya Business Model Canvas, untuk POP ini kita bisa ibaratkan Program Model Canvas saja. Setiap calon peserta POP dianggap sebagai start up baru, program dan paparannya harus jelas, dan proyeksi juga sejauh apa harus jelas.

Jika biasanya start up sering melakukan pitch desk untun memaparkan usahanya seperti apa dengan calon investor, para calon peserta POP pun bisa diperlakukan sama. Mereka menjelaskan dengan gamblang program mereka dalam meningkatkan kualitas guru seperti apa. Disini seleksinya bisa melibatkan banyak pihak, sehingga yang benar-benar lolos seleksi adalah organisasi yang sudah siap, sehingga dana yang dikucurkan tidak sia-sia.

Secara teknis saya masih belum memahami seperti apa kebijakan POP yang akan dilakukan Mas Menteri, gagasan out of the box yang saya nantikan dari Mas Menteri dalam memajukan pendidikan masih terkesan seperti program lama dari pengambil kebijakan sebelumnya. Kebijakan mengucurkan dana dengan tujuan untuk memajukan pendidikan saya pikir sudah ada sejak menteri-menteri sebelumnya, namun dalam hal ini sepertinya ada sedikit modifikasi bahasa.

Secara keseluruhan kebijakan Mas Menteri sampai sejauh ini masih belum memberikan dampak signifikan kepada dunia pendidikan, apalagi di tengah ujian pandemi saat ini. Pembelajaran Jarak Jauh pun masih menimbulkan banyak polemik, kebijakan ini dibuat seakan tanpa ada evaluasi dan menganalisa permasalahan yang terjadi di lapangan.

Saat naik ojek online kita bisa memberikan penilaian berupa bintang kepada driver untuk menunjukkan kepuasan, apakah dengan kinerja Mas Menteri seperti sekarang harus diberikan bintang satu? Ekspektasi cukup besar kepada Mas Menteri, semoga dengan pemikiran yang luar biasa mampu memberikan perbedaan untuk dunia pendidikan di Indonesia.