Asosiasi Perusahaan Pameran
Indonesia (Asperapi) Jawa Timur menyelenggarakan simulasi pameran dengan
protokoler kesehatan pada hari Senin 27 Juli 2020 lalu. Simulasi ini diadakan
untuk memberikan gambaran pameran di era normal baru.
pasar malam tetap berjalan tanpa larangan kebijakan |
Simulasi terselenggara dengan
lancar, penerapan protokoler kesehatan pun terlihat disana. Mulai dari adanya
chamber disinfektan di pintu masuk pameran, tersedianya hand sanitizer dan
pengecekan suhu tubuh bagi para pengunjung pameran. Tidak hanya itu, gangway
pameran pun dibuat lebih besar dari biasanya, hal ini guna meminimalisir
kerumunan, agar pengunjung dapat menjaga jarak mereka masing-masing. Protokoler
kesehatan ini diterapkan bagi pengunjung dan peserta pameran. Hal ini dilakukan
guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta pameran maupun pengunjung
pameran.
Simulasi diadakan guna
mengakomodir kepentingan dari para anggota Asperapi itu sendiri. Sejak pandemi,
bisnis anggota Asperapi mulai terganggu, diterapkannya larangan berkegiatan dan
berkerumun, serta mengundang massa pun ditunda atau ditiadakan. Jelas kebijakan
ini mematikan pendapatan para pekerja event.
Penerapan PSBB pun menambah rumit
permasalahan, ekonomi semakin turun, ancaman resesi sudah tersaji di depan
mata. Pemerintah semakin panik dihadapkan dengan sebuah dilema penyelamatan
kesehatan ataukah penyemalatan permasalahan ekonomi. Solusi pun sampai hari ini
masih sebuah angan.
Mengacu pada angka pasien positif
yang terpapar virus corona memang masih belum menunjukkan tanda-tanda
gelombangnya melandai, per hari ini pasien positif sudah mencapai angka lebih
dari 100 ribu. Itu bukan angka yang kecil, mengingat penambahannya setiap hari
mencapai titik tertinggi baru.
Ketakutan-ketakutan itupun
semakin menghantui, bahkan ketakutan ini seakan membuat para pemangku
kepentingan enggan membuat kebijakan yang akan membahayakan banyak orang. Bukan
hanya mereka takut dipersalahkan atas kebijakan yang keliru, namun mereka takut
menjadi bagian dari penambahan angka positif covid.
Jerman malah lebih ekstrem lagi,
mereka akan menyelenggarakan konser yang akan dihadiri oleh 4000 orang. Konser
ini diadakan dengan melibatkan para ilmuwan Jerman guna meneliti dampak penyebaran
covid pada acara konser indoor.
Peneliti dari Universitas Martin
Luther Halle-Wittenberg ingin mempelajari bagaimana virus tersebut dapat
menyebar dalam acara publik yang besar. Mereka menghadirkan para sukarelawan
dan melihat apakah acara besar dapat dilaksanakan dengan tanpa ikut menyebarnya
virus corona.
Banyak syarat untuk menjadi para
sukarelawan konser, pertama mereka harus berumur antara 18 sampai 50 tahun dan
harus berstatus negatif COVID-19 setidaknya 48 jam sebelum konser dimulai.
Selama konser, para pengunjung harus menggunakan masker. Para penonton pun
nantinya akan diberikan hand sanitizer
yang mengandung fluorescent sehingga dapat menyala. Penonton akan dapat melihat
daerah mana yang paling sering disentuh.
Jerman memang terkenal dengan
para ilmuwannya, ujicoba yang dilaksanakan hampir di segala bidang kehidupan. Penelitian
tentang banyak hal dilakukan di negara maju tersebut. Ketika pandemi seperti
saat ini semua lini seakan berkolaborasi untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan. Permasalahan di bidang konser dan pameran yang mendatangkan massa
bukan jadi masalah para penyelenggara acara saja, namun para ilmuwan disana
berkontribusi besar dalam ikut memecahkan permasalahan tersebut.
Berbeda dengan Indonesia, anggaran
bidang pendidikannya sangat miris, apalagi untuk penelitian, mungkin sangat
memprihatinkan. Pada pandemi saat ini, belum terlihat kolaborasi dari berbagai
pihak yang digagas oleh pemerintah. Sifatnya saat ini penyelesaian masalah
hanyalah dana bantuan langsung saja. Belum ada hal-hal yang bersifat menghadirkan
solusi teknis.
Terlihat jelas pada saat Asperapi
berusaha meyakinkan pemangku kebijakan untuk menyelenggarakan pameran di era
baru. Yang berkolaborasi disana hanyalah para anggota Asperapi, mereka tidak
melibatkan elemen lain di dalamnya. Seharusnya dalam hal ini pemerintah yang
memfasilitasi untuk kolaborasi antar lini. Para peneliti dilibatkan untuk
membuat standarisasi pameran di era normal baru.
Perekonomian perlu diselamatkan,
namun paling terpenting adalah penyelamatan kesehatan masyarakat. Hal ini
menjadi sebuah dilematis yang cukup membingungkan untuk semua kalangan.
Kebijakan yang diambil seakan bagai makan buah simalakama, akan terus
bertentangan, akan terus menghasilkan dampak positif dan negatif.
Asperapi telah melakukan
simulasi, harapannya jelas ada ijin untuk menyelenggarakan pameran kedepannya.
Pertanyaan menariknya adalah, ketika penyelenggaraan pameran masih jadi polemik
yang akan melibatkan kebijakan untuk kembali berjalan, kenapa pasar malam yang
menghadirkan massa dalam jumlah yang sama besar sudah kembali dibuka?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar