Selasa, 28 Juli 2020

Simulasi Lahirkan Solusi?


Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) Jawa Timur menyelenggarakan simulasi pameran dengan protokoler kesehatan pada hari Senin 27 Juli 2020 lalu. Simulasi ini diadakan untuk memberikan gambaran pameran di era normal baru.
pasar malam tetap berjalan tanpa larangan kebijakan




Simulasi terselenggara dengan lancar, penerapan protokoler kesehatan pun terlihat disana. Mulai dari adanya chamber disinfektan di pintu masuk pameran, tersedianya hand sanitizer dan pengecekan suhu tubuh bagi para pengunjung pameran. Tidak hanya itu, gangway pameran pun dibuat lebih besar dari biasanya, hal ini guna meminimalisir kerumunan, agar pengunjung dapat menjaga jarak mereka masing-masing. Protokoler kesehatan ini diterapkan bagi pengunjung dan peserta pameran. Hal ini dilakukan guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi peserta pameran maupun pengunjung pameran.  

Simulasi diadakan guna mengakomodir kepentingan dari para anggota Asperapi itu sendiri. Sejak pandemi, bisnis anggota Asperapi mulai terganggu, diterapkannya larangan berkegiatan dan berkerumun, serta mengundang massa pun ditunda atau ditiadakan. Jelas kebijakan ini mematikan pendapatan para pekerja event.

Penerapan PSBB pun menambah rumit permasalahan, ekonomi semakin turun, ancaman resesi sudah tersaji di depan mata. Pemerintah semakin panik dihadapkan dengan sebuah dilema penyelamatan kesehatan ataukah penyemalatan permasalahan ekonomi. Solusi pun sampai hari ini masih sebuah angan.

Mengacu pada angka pasien positif yang terpapar virus corona memang masih belum menunjukkan tanda-tanda gelombangnya melandai, per hari ini pasien positif sudah mencapai angka lebih dari 100 ribu. Itu bukan angka yang kecil, mengingat penambahannya setiap hari mencapai titik tertinggi baru.

Ketakutan-ketakutan itupun semakin menghantui, bahkan ketakutan ini seakan membuat para pemangku kepentingan enggan membuat kebijakan yang akan membahayakan banyak orang. Bukan hanya mereka takut dipersalahkan atas kebijakan yang keliru, namun mereka takut menjadi bagian dari penambahan angka positif covid.

Jerman malah lebih ekstrem lagi, mereka akan menyelenggarakan konser yang akan dihadiri oleh 4000 orang. Konser ini diadakan dengan melibatkan para ilmuwan Jerman guna meneliti dampak penyebaran covid pada acara konser indoor.

Peneliti dari Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg ingin mempelajari bagaimana virus tersebut dapat menyebar dalam acara publik yang besar. Mereka menghadirkan para sukarelawan dan melihat apakah acara besar dapat dilaksanakan dengan tanpa ikut menyebarnya virus corona.

Banyak syarat untuk menjadi para sukarelawan konser, pertama mereka harus berumur antara 18 sampai 50 tahun dan harus berstatus negatif COVID-19 setidaknya 48 jam sebelum konser dimulai. Selama konser, para pengunjung harus menggunakan masker. Para penonton pun nantinya akan diberikan hand sanitizer yang mengandung fluorescent sehingga dapat menyala. Penonton akan dapat melihat daerah mana yang paling sering disentuh.

Jerman memang terkenal dengan para ilmuwannya, ujicoba yang dilaksanakan hampir di segala bidang kehidupan. Penelitian tentang banyak hal dilakukan di negara maju tersebut. Ketika pandemi seperti saat ini semua lini seakan berkolaborasi untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Permasalahan di bidang konser dan pameran yang mendatangkan massa bukan jadi masalah para penyelenggara acara saja, namun para ilmuwan disana berkontribusi besar dalam ikut memecahkan permasalahan tersebut.

Berbeda dengan Indonesia, anggaran bidang pendidikannya sangat miris, apalagi untuk penelitian, mungkin sangat memprihatinkan. Pada pandemi saat ini, belum terlihat kolaborasi dari berbagai pihak yang digagas oleh pemerintah. Sifatnya saat ini penyelesaian masalah hanyalah dana bantuan langsung saja. Belum ada hal-hal yang bersifat menghadirkan solusi teknis.

Terlihat jelas pada saat Asperapi berusaha meyakinkan pemangku kebijakan untuk menyelenggarakan pameran di era baru. Yang berkolaborasi disana hanyalah para anggota Asperapi, mereka tidak melibatkan elemen lain di dalamnya. Seharusnya dalam hal ini pemerintah yang memfasilitasi untuk kolaborasi antar lini. Para peneliti dilibatkan untuk membuat standarisasi pameran di era normal baru.

Perekonomian perlu diselamatkan, namun paling terpenting adalah penyelamatan kesehatan masyarakat. Hal ini menjadi sebuah dilematis yang cukup membingungkan untuk semua kalangan. Kebijakan yang diambil seakan bagai makan buah simalakama, akan terus bertentangan, akan terus menghasilkan dampak positif dan negatif.

Asperapi telah melakukan simulasi, harapannya jelas ada ijin untuk menyelenggarakan pameran kedepannya. Pertanyaan menariknya adalah, ketika penyelenggaraan pameran masih jadi polemik yang akan melibatkan kebijakan untuk kembali berjalan, kenapa pasar malam yang menghadirkan massa dalam jumlah yang sama besar sudah kembali dibuka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar